Cari Blog Ini

Kamis, 12 Oktober 2017

Penculikan Warga Sipil oleh Anggota TNI (Bagian I)

Baiklah, sekarang saya akan membahas tentang bagaiamana penculikan oleh anggota TNI pada zaman reformasi

Malam itu, Asral yang merupakan pegawai BRR Aceh, baru saja masuk rumah. Ia meminta handuk kepada anak bungsunya karena seluruh tubuhnya basah terguyur hujan. Setelah 15 menit Asral masuk rumah, ada sekelompok orang (yang sebelumnya tidak pernah terlihat di kampung tersebut) ingin membeli rokok. Anak sulung Asral pun keluar dan melayani pembeli tersebut. Lalu diperhatikan 2 orang dari kelompok tersebut melihat isi rumah. Di dalam rumah terpajang foto Asral sewaktu ia masih menjadi anggota TNI. Salah satu dari mereka bersuara, “Apakah ini rumah Bapak Asral?” Si sulung pun menjawab “iya” dengan tidak menaruh kecurigaan sedikitpun pada sekelompok orang tersebut. Lalu salah seorangnya lagi meminta untuk memanggil Asral. Lalu sang anak pun memanggil Asral.
Tidak lama kemudian, Asral-pun keluar dengan memakai sarung bersama sang istri. Tanpa bertanya lagi, 3 orang dari sekelompok orang itu menarik Asral, dan 1 diantara 3 orang tersebut mem-borgol tangan Asral. Sontak saja membuat si sulung melawan ingin melepaskan borgol dari tangan sang ayah dengan banyak pertanyaan. Lalu sang istri juga ikut untuk melepaskan borgol dari tangan Asral dimana Asral sendiri juga memberontak. Sang istri berteriak untuk mendapatkan bantuan dari penduduk kampung. Si sulung dan sang istri ber-duel­ kelompok orang tersebut. Berbagai serangan fisik dilancarkan kepada si sulung. Hal ini mengakibatkan wajah si sulung berdarah dan lembam. Si sulung masih berusaha untuk melepaskan sang ayah dari pemborgolan.
Di lain sisi, sang istri mendapat todongan senjata api. Tapi sang istri masih ber-duel dan tidak takut dengan todongan senjata api tersebut. Tidak lama kemudian, terdengar suara tembakan yang sampai men-tulikan telinga. Suara tembakan yang menghadap ke langit karena sang istri menghindar, dengan posisi senjata tepat di wajahnya dibunyikan. Tidak lama kemudian, saat sang istri melihat waja si sulung berdarah, ia mulai sedikit lengah. Salah satu anggota tersebut menendang perut sang istri hingga tersungkur ke kawat berduri dengat rumah warga.
Penduduk yang datang hanya melihat bagaimana ibu dan anak ber-duel dengan sekelompok orang yang beringas tanpa memberikan bantuan sedikitpun. Mereka menahan si bungsu agar tidak ikut campur dalam duel ibu dan kakaknya. Mereka tidak berani ikut campur karena takut mereka mengalami hal sama seperti sang istri dan si sulung. Hal ini juga disebabkan trauma konflik sebelumnya.
Melihat apa yang terjadi pada istri dan anak, Asral yang mulanya memberontak, ia mulai memasrahkan dirinya untuk dibawa. Di satu sisi ia tidak ingin kejadian 10 tahun lalu terjadi lagi, di sisi lain ia tidak ingin sang istri dan sang anak terluka karenanya. Ia berteriak kepada sang istri, “Sudahlah, jangan diteruskan. Biarkan aku yang pergi. Jaga anak-anak”. Sang istri tidak menghiraukan apa yang diucapkan oleh Asral, ia terus memberontak dengan menahan sakit. Asral yang telah menyerah dengan keadaan, ia meringankan langkahnya menuju tempat yang dituntun orang sekelompok orang tersebut. Terlihat sebuah mobil yang tertutup. Jumlahnya ada sekitar 3-5 mobil. Kepala Asral lalu ditutupi dengan kain hitam yang sangat gelap.
Saat mobil-mobil itu berjalan, perjuangan sang istri tidak habis begitu saja. Sang istri lalu menghubungi kepolisian dan petinggi GAM di pesisir Barat-Selatan Aceh. Ia tidak menghubungi TNI, karena setelah ia mendapatkan keterangan dari si sulung, ia mengambil kesimpulan jika yang menculik Asral adalah anggota TNI. Tapi, yang menjadi pertanyaan sang istri, ada masalah apa dengan TNI? Bukankan Asral sudah dipecat sejak 2004 silam? Sang istri lalu menghubungi anggota TNI yang pernah menjadi bawahan Asral. Meraka tidak ada yang tau-menau tentang kasus penculikan ini.
Kepolisian lalu mencari mobil-mobil yang membawa Asral dengan melakukan razia di sepanjang lintas Barat-Selatan, terutama perbatasan Aceh Selatan. Di daerah perbatasan Aceh Selatan dengan Aceh Barat Daya, kepolisian daerah mendapati mobil yang membawa Asral. Terjadi kejar-kejaran. Sayangnya, mobil yang membawa Asral berhasil lolos.
Setelah mengetahui siapa dalang penculikan ini, dan beberapa anggota TNI yang dihubungi sang istri tidak ada yang mengakui, maka sang istri menghubungi pihak media cetak untuk mem-publish kejadian malam itu juga. Sang istri langsung memojokkan pihak TNI untuk bertanggung jawab. Media cetak serambi menjadi salah satu yang diapakai dalam menuntut kebertanggujawaban atas penculikan. Tuduhan-tuduhan untuk memancing pihak TNI berbicara dilayang sang istri di media cetak.
Akhirnya pihak TNI memberi respon, dan mereka mengakui telah menangkap Asral. Mereka juga memberitahukan apa kesalahan Asral pasalnya terjadi ­penangkapan (menurut mereka) pada malam hari. Mereka juga memberitahukan lokasi Asral setelah 2 hari perang media cetak dengan sang istri.

Setelah mengetahui lokasi Asral, sang istri pun menghubungi mantan petinggi GAM,- Muzakir Manaf dan lainnya,-  dan gubernur Aceh saat itu,-Irwandi Yusuf. Sang istri mencari bantuan kepada mereka. Sang istri berharap mereka dapat memberikan penjelasan dan dukungan politik dan hukum terhadap kasus Asral. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar