Pemanasan Global, Pro dan Kontra
Meskipun (menurut perasaan) temperatur di sekitar kita terlihat berfluktuasi
secara tetap, namun pada kenyataannya (berdasarkan data yang ada) ternyata
selama 50 tahun terakhir ini temperatur rata-rata di Bumi telah naik secara
cepat. Penyebab utama naiknya temperatur Bumi adalah akibat efek rumah kaca
yang menurut sebagian ahli disebabkan oleh meningkatnya kandungan gas Karbon
Dioksida (CO2) dan partikel polutan lainnya di atmosfer Bumi. Diibaratkan
selimut, gas-gas tersebut akan menghalangi energi panas yang dipantulkan
kembali oleh Bumi ke ruang angkasa.
Untuk membayangkan efek rumah kaca ini sangat mudah. Mungkin ada di antara
anda yang sudah pernah merasakan bagaimana ketika pertama kali memasuki sebuah
mobil yang diparkir di tempat yang panas. Temperatur di dalam mobil akan terasa
lebih panas daripada temperatur di luar, karena energi panas yang masuk ke
dalam mobil terperangkap di dalamnya dan tidak bisa keluar.
Pada kondisi yang normal, efek rumah kaca adalah “baik” karena dengan
demikian Bumi akan menjadi hangat dan dapat menjadi tempat hidup manusia dan
makhluk hidup lainnya. Tanpa efek rumah kaca, bagian Bumi yang tidak terkena
sinar matahari akan menjadi sangat dingin seperti di dalam freezer lemari es
anda (-18C). Sejarah terbentuknya Bumi hingga bisa ditempati oleh manusia
seperti saat ini sebenarnya tak lepas dari ‘jasa’ efek rumah kaca. Jadi
sebenarnya yang namanya efek rumah kaca itu sudah ada sejak jaman dahulu kala
seiring dengan proses terbentuknya Bumi.
Kondisi akan menjadi tidak baik jika kandungan gas-gas rumah kaca di
atmosfer Bumi semakin hari semakin meningkat. Kenapa demikian? karena dengan
semakin meningkatnya gas-gas rumah kaca, semakin memanas pula Bumi, akibatnya
akan terjadi pencairan es di daerah kutub yang dapat menenggelamkan sebagian daratan
tempat manusia dan makhluk-makhluk hidup darat lainnya tinggal.
Gas rumah kaca yang saat ini banyak disalahkan oleh sebagian ahli pengusung
isu pemanasan global adalah gas CO2 di
atmosfer. Sementara sebagian ahli lain berpendapat bahwa sebenarnya jumlah CO2
di atmosfer tidak cukup signifikan untuk dijadikan “kambing hitam” pemanasan global karena jumlahnya yang
hanya 0.04%. Selain itu, para ahli ini juga menyatakan bahwa seluruh gas yang
ada di atmosfer adalah gas rumah kaca, tanpa terkecuali dimana komposisi
terbesar adalah nitrogen (78%), oksigen (21%) dan uap air (hingga 3%). Nah lo,
pusing kan
jadinya? Santai, tidak perlu pusing…
Lalu, apakah yang menyebabkan meningkatnya kandungan karbon dioksida dan
partikel polutan di atmosfer? Ternyata kontribusi terbesar adalah akibat
pemakaian bahan bakar fosil seperti batubara, gas dan minyak Bumi. Ketiga jenis
bahan bakar tersebut adalah yang paling murah saat ini jika dibandingkan dengan
sumber energi lainnya. Pemakaiannya pun dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan yang sangat berarti setelah tercetusnya revolusi industri. Apalagi
kalau sekarang kita sering merasakan kemacetan di mana-mana akibat jumlah
kendaraan bermotor dan “bermobil” yang meningkat. Pabrik/industri yang tumbuh
di mana-mana untuk memenuhi pola konsumsi masyarakat modern yang semakin hari
semakin meningkat. Namun hal ini juga disangkal oleh sebagian ahli. Menurut
mereka, kontribusi dari penggunaan bahan bakar fosil di seluruh dunia dalam
menambah jumlah CO2 hanyalah 0,013% (sedikit sekali bukan?). Wah jadi makin
seru deh sampai di sini…
Pro dan kontra terus terjadi, namun demikian seiring dengan adanya Protokol
Kyoto (1997), Beberapa negara maju sepakat untuk mengurangi jumlah emisi gas
CO2 dengan mengurangi pemakaian bahan bakar fosil sebanyak 30% dalam 10 tahun
ke depan. Untuk itu saat ini beberapa negara maju/industri telah mencoba
mengembangkan metode dan teknologi dalam rangka memanfaatkan sumber-sumber
energi alternatif yang (lebih) ramah lingkungan, terutama sumber energi yang terbarukan.
Apa itu energi terbarukan? Energi terbarukan adalah lawan kata dari energi
tak terbarukan (anak kecil juga tahu kalau gitu sih). Jadi begini, energi
terbarukan adalah energi yang dapat dipakai secara terus- menerus tanpa perlu
kuatir sumber dari energi tersebut akan habis. Lawan katanya adalah energi tak
terbarukan yaitu energi yang jika dipakai secara terus-menerus akan habis pada
suatu waktu tertentu. Jadi jelas kan
sekarang? Apa saja contoh dari energi terbarukan? banyak sekali, seperti energi
angin, matahari, panas bumi, air, dan biomassa (berasal dari tanaman
perkebunan, pertanian, hutan, sampah, dan peternakan).
Sebenarnya, secara alamiah di alam, akibat adanya interaksi antara laut dan
udara (seperti TNI aja ya?), jumlah energi panas yang ada di atmosfer dan di
permukaan laut akan dapat dikontrol oleh mekanisme global conveyor belt. Apa itu global conveyor belt? Global conveyor belt adalah
sirkulasi global
yang berperan dalam mentransfer (memindahkan) energi panas dari suatu tempat ke
tempat lainnya melalui aliran udara dan air laut. Pola iklim di bumi diatur
oleh mekanisme ini.
Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa ‘ketakutan’ dan analisis sebagian
ahli akan pemanasan global selama ini masih baru
didasarkan melulu pada hasil model numerik yang belum secara ’sungguh-sungguh’
dibandingkan dengan data pengamatan. Selain itu, kebanyakan model yang
digunakan saat ini masih jauh dari sempurna dalam merumuskan mekanisme rumit
sesungguhnya yang terjadi di Bumi.
Memang pemanasan global sedang dan terus akan
terjadi, demikian juga dengan efek rumah kaca. Mencairnya es yang terbentuk
sejak jaman es pun terus berlangsung karena memang temperatur bumi mengalami
perubahan dari semenjak es itu dahulu terbentuk, permukaan laut pun terus
mengalami kenaikan (yang dikenal dengan istilah sea level rise). Siklus seperti
itu terus terjadi dan takkan terhindarkan. Sebagian pakar menyatakan bahwa
fenomena itu masih merupakan suatu kewajaran yang memang harus terjadi dan tak
perlu ditakutkan, sementara itu pakar yang lain -seperti yang telah saya
tuliskan di atas- menyatakan bahwa dalam kurun waktu 50 tahun terakhir ini
“kecepatan” dari fenomena ini meningkat dan berada pada level yang “sangat
mengkhawatirkan”, artinya jika “masa mengkhawatirkan” ini tidak segera diredam,
maka ke depannya peradaban manusia akan mengalami masalah yang serius.
Jadi memang tak ada salahnya untuk membuat suatu aksi yang positif.
Setidaknya, dengan mengurangi emisi CO2 dan mengurangi pemakaian bahan bakar
fosil serta mencoba alternatif energi ramah lingkungan dan terbarukan, akan
menjadikan Bumi sedikit bersih dari polutan yang telah membuat manusia sesak
nafas dan teracuni paru-parunya. Apalagi untuk Indonesia yang saat ini berada pada
tingkat polusi yang katanya sudah agak membahayakan bagi kesehatan penduduknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar